Sabtu, 01 November 2014

Kisah Nyata Pasien Penyakit Kanker Larynx Akibat Bahaya Merokok



Kisah Nyata Pasien Penyakit Kanker Larynx Akibat Bahaya Merokok
Sosok pria bernama Robby Indra Wahyuda mendadak kondang di media sosial. Banyak netizen mengikuti akun Facebook-nya, sejak ia rajin menceritakan pengalamannya

divonis dokter menderita kanker larynx.

Akibat kanker yang disebabkan karena kebiasaannya merokok, Robby kini harus rela kehilangan suaranya.

"Bro aku mau pamer nih. Sekarang leher ku ada lobangnya loh persis kaya di kotak rokok itu. kata dokter aku kena kanker pita suara. Sekarang aku bisu loh... Keren kan.. Ayo bro merokok yang banyak temanin aku di sini tar kita buat komunitas bisu bro.," tulis Robby dalam halaman Facebook miliknya dikutip Dream.co.id dari laman Merdeka.com, Jumat 31 Oktober 2014.

Pria yang bekerja di Dinas Pendidikan Kota Samarinda ini juga mengunggah foto-foto saat ia menjalani pengobatan hingga menjalani operasi di rumah sakit. Dalam salah satu foto, tampak istri Robby setia menemaninya hingga tertidur di samping kasur rumah sakit.

"Saat kanker stadium 3 yang aku idap. Istriku rela menemani dan menjagaku sampai pagi. Love u sayang," tulis Robby.

Di halaman Facebook-nya, Robby berharap apa yang dialami dia bisa jadi pelajaran dan hikmah buat semua orang, khususnya perokok.

baca juga:
Permen Coklat Bisa pulihkan Lupa Ingatan, lupa atau Pikun Banyak orang menyukai coklat karena diyakini dapat memberikan rasa tenang. Ternyata coklat juga memiliki khasiat lain, apakah itu? <-- klik sini



"Kalau sudah kena kanker seperti saya, banyak makanan enak yang gak boleh dimakan
Semoga kalian yang di luar sana selalu dikasih kesehatan sama Allah," tulis Robby.

Apa yang dialami Robby memantik rasa simpati netizen. Banyak dari mereka menyampaikan dukungan buat kesembuhan Robby di halaman Facebook miliknya.

"Pasca beredarnya foto saya di dunia maya tak sedikit yang mendoakan kesembuhan saya dan tak sedikit yang mendoakan saya cepat mati, ada juga yang bilang saya goblok karena selfie di ruang simulator."

"Terlepas dari pro dan kontra saya masih bisa berfikir jernih. Dan saya hanya memohon maaf bila ada perdebatan antara anti rokok dengan ahli hisap. Saya cuma menunjukan bahwa saya contoh nyata penderita kanker larynx yang berusia 26 tahun," tulis Robby.

Berikut komentar netizen di halaman Facebook Robby:
"Allah akan selalu memberi jalan kesembuhan yang terbaik teman, tetaplah berdoa dan jangan pernah putus untuk selalu berharap padaNYA (tapi kalo sudah sembuh jangan merokok lagi yaaaa)," komentar Tanty Handayani Basuki di halaman Facebook Robby.

"Keep Spirit, Broo.....!" tulis Edyriano Valery.

"Gw perokok berat. Gw berenti ah..tq bro u save 1 more person from hell...Gws bro..amin," komentar Ngurah Eka. (Ism)  

Sumber:
http://www.dream.co.id/fresh/kisah-perokok-penderita-kanker-larynx-bikin-haru-sosmed-141031w.html


 Baca Juga Artikel ini:
- Minum Air Es Bikin Langsing


Kisah cinta antara Nila Djuwita dengan Farid Anfasa Moeloek berawal bersemi di kampus perjuangan Universitas Indonesia. Pandangan pertama terjadi saat Nila baru masuk ke Fakultas Kedokteran UI. Saat itu, Farid aktif sebagai panitia Opspek (Orientasi Pengenalan Kampus). Pertemuan itu menumbuhkan benih-benih cinta di antara mereka. Farid pun resmi melamar dan mempersuntingnya menjadi istri pada tahun 1972.2)

Dalam membina rumah tangga, keduanya selalu memegang prinsip kebersamaan, saling menghormati dan mengasihi, sesuai denga kodradnya masing-masing. Termasuk dalam mendidik anak menjadi tanggung jawab berdua. Tiga orang anak sebagai buah kasih mereka (Muhammad Reiza Moeloek, Puti Alifa Moeloek dan Puti Anisa Moeloek) sejak awal ditanamkan nilai-nilai agama, terutama dalam menghadapi era globalisasi, yakni nilai-nilai negatif yang berpengaruh terhadap pola kehidupan anak-anak di zaman sekarang ini dianggap cukup meresahkan.

Ketiga anaknya, sejak masih kecil sampai mereka remaja dan memasuki kehidupan dewasa, sangat senang melakukan kegiatan di kamar tidur orang tuanya. Mulai dari belajar, nonton TV, maupun kegiatan lainnya. "Anak-anak kami sangat betah berlama-lama di kamar tidur kami. Hal ini sebenarnya cukup positif, karena selain menambah kedekatan kami sebagai orang tua dengan anak-anak, kegiatan mereka dapat kita pantau dengan baik. Mereka pun tidak sungkan-sungkan bercerita bila menghadapi suatu persoalan di luar rumah, baik dalam hal pelajaran maupun dalam pergaulan sehari-hari," ucap Nila. Sebagai seorang ibu, Nila juga selalu menempatkan diri sebagai seorang teman, terutama ketika mereka pada usia remaja.

Sebaliknya, anak-anak juga bisa memantau segala kegiatan orang tuanya. "Kalau saja kami terlalu sibuk dan mereka merasa kurang diperhatikan, maka mereka dengan cepat akan memprotes," ungkap Nila. Sehingga mereka juga sering berdiskusi untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Termasuk ketika suaminya, Farid, usai masa jabatan sebagai Menteri Kesehatan berniat mendirikan Yayasan Koalisi Indonesia Sehat 2010, mereka sekeluarga terlibat dalam kegiatan yayasan itu.

Dalam manapaki kehidupan yang serba keras ini, kepada anak-anaknya, dia selalu menekankan agar jangan mudah menyerah, dan jalani hidup ini sesuai dengan keinginan dan hati nurani, mandiri dan bertanggung jawab.

Memang, sejak awal berkeluarga dengan Farid, mereka bersepakat untuk mendidik anak-anak dengan cara demokratis, di mana segala persoalan harus dibicarakan dan dipecahkan secara bersama-sama dalam keluarga. Kepada anak-anak diberikan kebebasan untuk menentukan pendidikan yang diinginkan selepas SMU. Ketiga anaknya pun berkembang dengan pilihan hidup mandiri masing-masing. Nila dan Farid merasa berbahagia, kendati ketiga anaknya tidak ada yang mengikuti jejak menjadi dokter. Tetapi anak dan puterinya memilih jadi insinyur

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/1887-guru-besar-dan-aktivis-kesehatan
Copyright © tokohindonesia.com
Kisah cinta antara Nila Djuwita dengan Farid Anfasa Moeloek berawal bersemi di kampus perjuangan Universitas Indonesia. Pandangan pertama terjadi saat Nila baru masuk ke Fakultas Kedokteran UI. Saat itu, Farid aktif sebagai panitia Opspek (Orientasi Pengenalan Kampus). Pertemuan itu menumbuhkan benih-benih cinta di antara mereka. Farid pun resmi melamar dan mempersuntingnya menjadi istri pada tahun 1972.2)

Dalam membina rumah tangga, keduanya selalu memegang prinsip kebersamaan, saling menghormati dan mengasihi, sesuai denga kodradnya masing-masing. Termasuk dalam mendidik anak menjadi tanggung jawab berdua. Tiga orang anak sebagai buah kasih mereka (Muhammad Reiza Moeloek, Puti Alifa Moeloek dan Puti Anisa Moeloek) sejak awal ditanamkan nilai-nilai agama, terutama dalam menghadapi era globalisasi, yakni nilai-nilai negatif yang berpengaruh terhadap pola kehidupan anak-anak di zaman sekarang ini dianggap cukup meresahkan.

Ketiga anaknya, sejak masih kecil sampai mereka remaja dan memasuki kehidupan dewasa, sangat senang melakukan kegiatan di kamar tidur orang tuanya. Mulai dari belajar, nonton TV, maupun kegiatan lainnya. "Anak-anak kami sangat betah berlama-lama di kamar tidur kami. Hal ini sebenarnya cukup positif, karena selain menambah kedekatan kami sebagai orang tua dengan anak-anak, kegiatan mereka dapat kita pantau dengan baik. Mereka pun tidak sungkan-sungkan bercerita bila menghadapi suatu persoalan di luar rumah, baik dalam hal pelajaran maupun dalam pergaulan sehari-hari," ucap Nila. Sebagai seorang ibu, Nila juga selalu menempatkan diri sebagai seorang teman, terutama ketika mereka pada usia remaja.

Sebaliknya, anak-anak juga bisa memantau segala kegiatan orang tuanya. "Kalau saja kami terlalu sibuk dan mereka merasa kurang diperhatikan, maka mereka dengan cepat akan memprotes," ungkap Nila. Sehingga mereka juga sering berdiskusi untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Termasuk ketika suaminya, Farid, usai masa jabatan sebagai Menteri Kesehatan berniat mendirikan Yayasan Koalisi Indonesia Sehat 2010, mereka sekeluarga terlibat dalam kegiatan yayasan itu.

Dalam manapaki kehidupan yang serba keras ini, kepada anak-anaknya, dia selalu menekankan agar jangan mudah menyerah, dan jalani hidup ini sesuai dengan keinginan dan hati nurani, mandiri dan bertanggung jawab.

Memang, sejak awal berkeluarga dengan Farid, mereka bersepakat untuk mendidik anak-anak dengan cara demokratis, di mana segala persoalan harus dibicarakan dan dipecahkan secara bersama-sama dalam keluarga. Kepada anak-anak diberikan kebebasan untuk menentukan pendidikan yang diinginkan selepas SMU. Ketiga anaknya pun berkembang dengan pilihan hidup mandiri masing-masing. Nila dan Farid merasa berbahagia, kendati ketiga anaknya tidak ada yang mengikuti jejak menjadi dokter. Tetapi anak dan puterinya memilih jadi insinyur

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/1887-guru-besar-dan-aktivis-kesehatan
Copyright © tokohindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar